Lelaki yang berusia seperempat abad itu terlihat menikmati musik yang ia dengarkan dengan headset kesayangannya. Sesekali ia mengernyitkan dahinya seakan memberi isyarat penasaran yang terpapar dari ekspresi wajahnya. Sudah 3 jam lebih ia mengulang aktivitasnya itu.

Aku berada tepat dihadapannya, yang daritadi menatap layar laptop sembari membuka laporan skripsi yang penuh dengan coretan tinta warna merah. Aku dihinggapi rasa bingung dan jenuh dengan aktivitas rutin dalam beberapa hari ini. Melihat tinta merah tanpa ada penunjuk arah. Melihat sekitar dengan pandangan yang setengah sadar. Wajar jika lelaki seperempat abad itu hanya termenung dengan sesekali mengernyitkan dahinya. Itu caranya mengungkapkan perasaan yang saat ini juga kurasakan.

Sudah hampir 7 tahun aku belum juga menyelesaikan masa studi kuliah…

Hanya ada laptop sebagai tempat ku untuk menuangkan tulisan ini.

Hari ini, 15 Maret 2020 aku kembali melanjutkan paragraf yang sempat terputus selama 20 hari. Paragraf diatas aku tuliskan 3 minggu yang lalu ketika aku dihinggapi rasa bingung. Aku melanjutkan penulisan pada hari ini ketika aku kembali merasakan hal yang sama, aku masih tetap saja bingung.

Saat dunia sedang mengalami kepanikan terhadap virus yang sangat mematikan. Beberapa negara bahkan sudah mengeluarkan kebijakan yang belum pernah dikeluarkan sebelumnya. Kim Jong Un, presiden korea utara mengeluarkan pernyataan akan menembak mati warga negara yang terinfeksi wabah virus corona, tak terkecuali warga negaranya sendiri. Kini ia sedang mengasingkan diri dari ibukota korea utara untuk menyelamatkan dirinya.

Di Indonesia sendiri, tadi malam aku baru saja mendapati berita dari grup WhatsApp (yang merujuk ke sumber terpercaya) bahwa menteri perhubungan Budi Karya dinyatakan postif covid-19. Sontak berita ini langsung heboh dan membuat beberapa instansi pemerintah meliburkan kegiatannya untuk mengantisipasi penyebaran virus mematikan tersebut. WHO sebagai pusat lembaga kesehatan dunia bahkan sudah menyurati petinggi negara ini untuk mengumumkan status darurat nasional.

Sudah 3 jam lebih aku belum menghabiskan kopi sanger favoritku. Aku mencoba menuangkan perasaan yang kualami saat ini kedalam tulisan. Begitu dalam perasaan gundah yang saat ini kualami sampai aku bingung harus mengungkapkan seperti apa dan aku tidak tahu harus memulainya darimana.

Kopi yang daritadi seolah menawari dirinya untuk diminum hanya kupandangi begitu saja. Aku tahu apa yang dikatakan kopi tersebut kepadaku. Bahkan aku sempat berbicara didalam hati dan mendengarkan respon darinya. Ya begitulah perasaanku saat ini, seakan aku bisa berbicara dengan benda mati begitu lancar. Dengan manusia aku hanya bisa mengiyakan pendapat mereka, aku merasakan seperti kaku dan susah mengeluarkan suara yang akan didengar oleh orang lain.

Aku bingung dengan perasaanku sendiri, kemudian aku kembali menyeruput kopi sanger sambil memejamkan mata untuk merasakan aromanya. Wah kopi kesukaanku hari ini terasa lebih nikmat dari biasanya. Namun satu hal yang kulupa, ada kenikmatan lain yang lebih nikmat dari rasa kopi ini, menyalahkan orang lain atas semua kegagalanku yang saat ini kualami. Menyalahkan begitu nikmatnya.

Aku merasakan kebuntuan untuk menuliskan lanjutan perasaan yang kualami. Kuambil smartphone dan tanpa sengaja aku membuka berita yang menyangkut dengan virus corona. Kali ini bukanlah berita soal siapa yang terjangkit virus tersebut, namun aku mendapati kabar bahwa salah satu kampus negeri di provinsi Padang resmi diliburkan selama sebulan.

Kegundahanku langsung memuncak ketika mendengar langsung pernyataan rektor universitas padang mengeluarkan pernyataan resmi melalui video yang diungguh di sosial media Instagram. Jangan-jangan kampusku di Aceh juga ikut diliburkan. Bagaimana jika hal ini benar-benar terjadi? Sementara aku harus menyelesaikan masa studiku kurang dari dua bulan. Aku sedang diambang pilu seperti judul lagu Danilla Riyadi.

Author

Write A Comment